Mahasiswa Tunarungu Berhak Untuk Maju !
UIN Sunan
Kalijaga sebagai kampus inklusif berusaha untuk menjadi kampus yang terbuka
terhadap semua pihak, khususnya dalam hal ini kepada mahasiswa difabel dengan memberikan
kesempatan kepada mereka agar tetap bisa belajar dan menimba ilmu ditengah
keterbatasan mereka tanpa harus merasa di diskriminasi. Informasi yang
diperoleh dari PLD (Pusat Layanan Difabel) UIN Sunan Kalijaga, pada tahun
akademik 2015/2016 terdapat 55 mahasiswa difabel yang terdiri atas mahasiswa
tunanetra, tunarungu, dan tuna daksa, sedangkan pada tahun akademik
2017/2018 jumlah mahasiswa difabel ada
sekitar 70 orang, yang beberapa diantaranya adalah mahasiswa Tunarungu.
Tunarungu
adalah penderita gangguan pendengaran disebabkan rusaknya alat pendengaran. Ada
empat tipe gangguan pendengaran, tipe yang pertama adalah gangguan pendengaran
sensorineura disebabkan oleh hilangnya atau rusaknya sel saraf. Gangguan
pendengaran konduktif yaitu tidak terhantarnya ke telinga dalam. Gangguan
pendengaran campuran merupakan gabungan dari gangguan sensorineura dan gangguan
konduktif. Tipe yang terakhir yaitu gangguan pendengaran saraf dimana saraf
auditori tidak dapat mengirim sinyal ke otak.
Dalam kehidupan
sehari-hari disabilitas Tunarungu lebih mengandalkan konsep visual untuk
memahami informasi yang disampaikan orang lain, yaitu dengan melihat dan
memperhatikan gerak bibir orang yang menyampaikan informasi. Namun tidak
menutup kemungkinan jika Tunarungu tidak dapat memahami secara utuh informasi
yang disampaikan.
Walaupun sulit
dalam memahami informasi, namun disabilitas Tunarungu tetap mendapatkan hak
untuk merasakan bangku sekolah dan mengenyam pendidikan layaknya manusia pada
umumnya. Karena mereka juga mempunyai cita-cita untuk menjadi orang sukses. Selain
itu, penanaman rasa optimis dan sosial dapat ditanamkan melalui pembelajaran di
sekolah/kampus. Karena alasan tersebut UIN Sunan Kalijaga bersedia menerima mahasiswa
Tunarungu untuk menimba ilmu dikampus tersebut.
UIN Sunan
Kalijaga secara umum sudah mewujudkan konsep inklusif yang mendukung mobilitas
mahasiswa difabel, khususnya dalam hal ini mahasiswa Tunarungu yaitu dengan
adanya PLD (Pusat Layanan Difabel), Difabel Corner, dan fasilitas kampus
lainnya. Meskipun demikian, tetap saja terdapat beberapa kendala bagi mahasiswa
Tunarungu dalam melaksanakan proses perkuliahan. Mahasiswa Tunarungu digabung
dalam satu kelas dengan mahasiswa normal (non-Tunarungu), hal ini terkadang membuat
penderita Tunarungu sering mendapatkan perlakuan kurang mengenakan dari teman
sekelasnya, seperti hujatan, hinaan dan pandangan mencemooh dari mahasiswa
lainnya. Sedangkan dari pihak dosen/ pengajar sendiri terkadang masih ada yang
kurang memahami terhadap keadaan yang penderita Tunarungu alami.
Permasalahan
internal yang dialami mahasiswa Tunarungu saat proses perkuliahan terkadang
membuat mereka sulit dalam memahami materi secara utuh meskipun pada hakikatnya
,mereka memiliki tingkat kecerdasan yang sama dengan mahasiswa pada umumnya.
Perlakuan yang kurang baik dari teman sebayanya dapat mengurangi rasa optimis
dan menjatuhkan mental, hal ini memicu turunnya prestasi mereka.
Dengan demikian,
mereka membutuhkan perhatian khusus dari pihak kampus UIN Sunan Kalijaga
sendiri. Dengan adanya PLD (Pusat Layanan Difabel) dapat meminimalis hambatan
akademis dan sosial yang dialami mahasiswa Tunarungu sehingga mereka mampu
memiliki kesempatan dan tingkat partisipasi yang sama dengan mahasiswa lain. Contohnya,
menerjemahkan materi yang disampaikan dosen dengan bahasa isyarat maupun
tulisan dan memberikan pendampingan dalam kegiatan peningkatan kemampuan diri
seperti seminar atau pelatihan-pelatihan. Dan tentunya memberikan sosialisasi
kepada semua pihak kampus baik dosen, staf dan mahasiswa untuk bekerjasama
dalam hal ini.
Kesimpulannya
UIN Sunan Kalijaga sebagai kampus inklusif diharapkan dapat membantu memperjuangkan
hak mahasiswa Tunarungu dalam menimba ilmu pengetahuan. Karena mereka pada
dasarnya sama dengan manusia pada umumnya, memiliki cita-cita dan impian yang
mulia.